Senin, 27 April 2015

Islam Memandang Kebahagiaan

Islam Memandang Kebahagiaan

Kebahagiaan suatu hal yang senantiasa dicari oleh setiap insan di dunia. Sebab dengan bahagia itu manusia dapat mencapai kepuasan batin yang tertinggi. Karena itulah setiap manusia selalu berjuang dan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati.

Namun dalam kehidupan ini ternyata banyak orang yang gagal dalam usahanya memperoleh kebahagiaan, sehingga mereka sering mengalami berbagai penderitaan yang dahsyat dalam hidupnya. Kenyataan seperti itu sungguh banyak kita saksikan dalam kehidupan masyarakat, orang-orang yang menderita tekanan batin, terkena stres, putus asa, gila bahkan ada yang bunuh diri. "Berbagi Bahagia Bersama Tabloidnova.com Dan Orang Tua Tercinta"

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Sebenarnya orang-orang yang merasa gagal dalam memperoleh kebahagiaan sejati dalam hidup ini disebabkan antara lain oleh :

Pertama, mereka mengukur kebahagiaan hanya dengan materi.
Jadi menurutnya orang bisa mencapai bahagia bila sudah memiliki banyak harta benda, simpanan uang, rumah yang mewah, mobil yang bagus atau tanah yang luas. Jika belum mendapatkan semua itu maka belumlah dikatakan bahagia.

Seseorang yang punya anggapan demikian, akan senantiasa menilai segala sesuatu dengan ukuran materi semata. Karena itu ia bekerja dan berusaha dalam hidupnya hanyalah semata-mata mencari kekayaan materi semata. Karena itu ia bekerja dan berusaha dalam hidupnya hanyalah semata-mata mencari kekayaan materi, tanpa memperhatikan kebutuhan atau kekayaan rohani. Akhirnya selama hidupnya ia hanya diperhamba oleh materi dan harta benda (abdul-maal). Padahal rohani (jiwa) merupakan faktor yang sangat penting dalam menempuh kebahagiaan hidup yang sejati. Rohani kita juga perlu dipenuhi kebutuhannya.

Orang yang telah diperhamba oleh materi, ia terkadang menganggap remeh terhadap urusan agama atau terhadap hal-hal yang bersifat ukhrawi. Segala kegiatan ibadah yang wajib maupun yang sunnah baginya tidak membawa keberuntungan, bahkan bisa merampas waktunya untuk bisa lebih banyak mendapatkan harta. Ia menganggap remeh terhadap segala sesuatu yang dianjurkan dan diajarkan oleh agama, sehingga baginya tidak peduli pekerjaan itu halal atau haram yang penting bisa mendatangkan materi. Bahkan ia tega merampas hak kaum lemah serta menindasnya demi kepentingan materi.

Suatu saat perbuatan yang demikian itu akan membawa kepada penderitaan dan kehancuran hidup. Sebab harta yang tidak diridhai oleh Allah disamping tidak akan memberi kepuasan hidup juga akan membakar hawa nafsu. Pada akhirnya semua itu akan menimbulkan keresahan dalam hati, oleh karena harta itu bersifat panas. Belum lagi bila perbuatan yang menghalalkan segala cara itu diketahui pihak berwajib atau diadili oleh masyarakat, tentu akan lebih dahsyat lagi peneritaannya. Sehingga kehidupan yang serba materi ternyata tidak akan dapat memberi kepuasan dan kebahagiaan yang hakiki.

Oleh karena itu Islam senantiasa membimbing kepada umatnya, bila mereka ingin meraih kebahagiaan hidup yang sejati, hendaklah tidak menjadikan harta (materi) sebagai urusan segala-galanya dan menjadi tujuan hidup. Tujuan yang sebenarnya adalah mengabdi kepada Allah, ukurannya adalah taqwa, buahnya adalah kebahagiaan hakiki.

Maka salah satu ciri orang bertaqwa ialah mereka yang mampu menjaga keseimbangannya antara kekayaan rohani dan kekayaan jasmani (materi), tidak diperhamba oleh materi serta mampu memimpin kekayaan dunia untuk lebih memperdalam pengabdiannya kepada Allah SWT. Yakni mengabdi dalam arti luas. Dalam hal harta Allah SWT berfirman :

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (Q.S. Al-Kahfi/18:46).

Kaum Muslimin Rahimakumullah
Penyebab kedua, yang menjadikan orang gagal mencapai kebahagiaan ialah karena ia mengukur kebahagiaan hidup ini dengan nafsu. Khususnya nafsu syahwat.
Menurut anggapannya, untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan adalah bila telah terpenuhi segala kepuasan nafsunya. Orang-orang yang berpandangan demikian, akan selalu bekerja dan berusaha hanyalah untuk memenuhi kepuasan nafsu semata. Ia tak mau tahu dengan nasehat agama, bahkan tak peduli dengan berbagai peringatan dan ancaman Allah SWT.

Oleh karena itu dalam usahanya untuk memperoleh kepuasan nafsu, mereka kadang menggunakan jalan-jalan yang terlarang, bahkan mereka berani melakukan tindak kejahatan. Mereka hidup berfoya-foya, menghabiskan waktu dari satu diskotik ke diskoteik lain, dari satu bar ke bar lainnya, dari satu wanita ke wanita yang lain dan berbagai tempat-tempat hiburan yang bersifat glamour dan hura-hura.

Namun apa yang mereka lakukan itu ternyata tidak pernah menemukan kepuasan dan kebahagiaan, kalaupun sepintas ia merasa menemukannya tetapi itu hanyalah semu dan sesat kemudian sirna kembali, tidak langgeng dan mendalam sampai ke lubuk hati. Bahkan semakin ia kejar kepuasan tersebut akan terasa semakin banyak pula kepuasan yang belum ia raih. Ia seperti mengejar bayang-bayang yang tak pernah kesampaian.

Untuk itu Islam senantiasa memberi peringatan kepada kita agar tidak menjadikan nafsu sebagai ukuran dalam menentukan kebahagiaan hidup. Bahkan kita harus waspada terhadap nafsu, karena nafsu selalu cenderung menggiring kita untuk melakukan perbuatan yang buruk. Nafsu memang ada manfaatnya bagi kita bilamana dikendalikan dengan baik, antara lain bisa memberi semangat kerja serta semangat untuk beramal yang positif. Tetapi bila tak terkendali maka nafsu itu akan menyeret kita kepada perbuatan yang buruk.

Karena itu hendaklah kita kendalikan nafsu dengan baik, kita bimbing dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, serta senantiasa kita waspadai bahaya laten nafsu yang tak mungkin bisa kita hilangkan itu. Insya Allah dengan demikian kepuasan dan kebahagiaan hidup yang hakiki dapat kita peroleh.
Dalam hal nafsu Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”. (Q.S. Yusuf/12 : 53).

Kaum Muslim Rahimakumullah

Penyebab ketiga yang menjadikan gagalnya seseorang dalam mencapai kebahagiaan ialah karena tidak punya pegangan hidup atau salah dalam memilih pegangan hidup.

Seseorang yang tidak mempunyai pegangan hidup ia akan sulit mencapai kebahagiaan ialah karena tidak punya pegangan hidup atau salah dalam memilih pegangan hidup.

Seseorang yang tidak mempunyai pegangan hidup, ia akan sulit mencapai kebahagiaan yang hakiki, sebab ia tidak punya tujuan hidup yang jelas. Demikian pula orang yang salah dalam memilih jalan hidupnya, ia akan terjebak ke dalam perjalanan hidup yang tak tentu arahnya dan mengejar kebahagiaan yang semu (fatamorgana). Akhirnya secara tak sadar ia akan terjerumus ke lembah kesengsaraan yang abadi.

Salah satu syarat untuk mencapai kebahagiaan hakiki, seseorang harus mempunyai pegangan hidup yang jelas dan benar. Sebab dengan pegangan hidup yang jelas dan benar, maka akan jelas pulalah tujuan hidup kita di dunia ini. Pegangan hidup yang benar merupakan modal dasar untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki dan abadi.

Karena itu hendaklah dalam hidup ini kita mempunyai pegangan hidup yang jelas dan benar, serta senantiasa memperkokoh pegangan hidup tersebut jangan sampai terguncang oleh godaan-godaan yang ada di dunia ini. Allah SWT telah mengajarkan kepada kita untuk selalu berpegang pada pedoman Al Qur’an dan Sunnah RasulNya.

Al Qur’an adalah Hudallinnas (petunjuk buat sekalian manusia) yang di dalamnya berisi pokok-pokok ajaran tentang berbagai bidang kehidupan. Ajaran filsafat, hukum, ekonomi, sosial bahkan politik dan teknologi. Sedangkan Sunnah Rasulullah adalah penjelasan dari pokok-pokok ajaran tersebut agar kita dapat secara praktis mengikutinya. Siapa yang berpegangan pada keduanya di jamin akan mendapat kebahagiaan hidup yang sejati dan abadi dan tidak akan sesat selama-lamanya.

Dalam hal pegangan hidup, Allah SWT berfirman :
Berbagi Bahagia Bersama Tabloidnova.com
“Barang siapa berpegang teguh dengan (agama) Allah, mala sesungguhnhya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. Ali Imran/3 : 101).
sumber http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2010/06/kebahagiaan-menurut-pandangan-islam.html

0 komentar:

Posting Komentar